Geologist

Geologist

Rabu, 27 Desember 2017

Negeri di Balik Awan

Aku terbangun pada pukul 03.00 Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA) dan segera berjalan menuju toilet untuk membuang air seni yang sudah tertahan sejak tadi untuk keluar. Dengan muka bantal, aku bergerak sambil angin gelap dini hari menusuk tulang. Aku kembali lagi ke ruangan kecil berukuran 1.5 x 5.5m yang kami pakai untuk ruangan tidur + camp selama tinggal di desa Bu Watuweti, Kecamatan Tanawawo, Kabupaten Sikka.
Aku kembali terlelap. Dingin mengundangku kembali masuk dalam mimpi-mimpi bekerja di perusahaan minyak dengan segala fasilitas terbaiknya. Disekolahkan ke Amerika, traveling keliling Eropa, dll.
Sungguh mimpi yang indah. Indah sekali. Mimpi indah itu segera sirna ketika dingin yang menusuk semakin terasa. Aku terbangun dan menemui seluruh tubuhku telah menempel pada dinding yang terbuat dari semen. Aku didorong oleh Didik yang baru pindah dari Hemock baru kesayangannya.
“woi Dik, geser woi” gerutu ku
 Kucoba untuk melelapkan mata kembali. Gagal. Kucoba lagi. Gagal. Mungkin sudah saatnya bangun dan bangkit dari mimpi-mimpi tadi.

“Huaaayaaam goreng Tudeee Bakaaar ayam rica-ricaaaa” teriak ku menguap mengikuti gaya menguap dengan gaya bahasa orang-orang Minahasa.  

Ku angkat badan yang beratnya mencapai 73 Kg ini. Rasanya segar. Jam tidurku sudah normal kembali.  Kusempatkan lagi pergi ke MCK sebelum kuambil kopi segelas yang sudah disiapkan Pak Andreas Rame pemilik ruangan 1.5 x 5.5m tempat kami tinggal. Kopi nikmat asli Maumere ini sudah sedikit dingin. Ku tafsirkan bahwa kopi ini sudah disiapkan sejak pukul 06.30 WITA. Lima belas menit sebelum aku mengangkat badan gempal ini dari Kasur. Eh salah bukan Kasur. Tikar setebal 1 cm.

“Selamat Pagiiii” ucap pak guru tetangga sebelah kami.
“Selamat Pagi pak guru” ucapku meniru keramahannya disambut senyuman gigi putih yang tertata rapi di wajahnya.

                Sambil ngopi, kami bercerita seputar kondisi desa dan anak didiknya di sekolah. Pak guru adalah panggilan beliau sehari-hari. Karena beliau merupakan satu – satunya guru yang mengajar di SD dan tinggal di desa itu, beliau jugalah orang yang selalu menjadi tempat pengaduan orang tua murid dan warga disana. Mulai dari keluhan surat tanah yang bermasalah, listrik yang padam, alat elektronik yang rusak, serta keluhan keuangan warga. Benar – benar “guru” di segala bidang.  
                Pernah suatu pagi, seperti biasa kami menikmati kopi di teras depan rumah. Tiba – tiba terdengar suara tangisan dari dalam rumah Pak Andreas Rame. Cucunya yang bernama Sesar menjerit menangis kesakitan. Setelah dilihat, ternyata anu nya terjepit resleting celana seragam sekolah. Sekilas langsung ku ingat masa kecilku dulu.


“Hahahaha”. Teriak ku tiba – tiba memecah keheranan kami.


Kami semua, tamu kopi hangat pagi itu, ternyata juga pernah mengalaminya. Kami mulai bercerita pengalaman masing – masing. Sesar harus segera dibawa ke rumah sakit. Pak guru dengan sigap mengantarnya.


BERSAMBUNG...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar