Aku terbangun
pada pukul 03.00 Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA) dan segera berjalan
menuju toilet untuk membuang air seni yang sudah tertahan sejak tadi untuk
keluar. Dengan muka bantal, aku bergerak sambil angin gelap dini hari menusuk
tulang. Aku kembali lagi ke ruangan kecil berukuran 1.5 x 5.5m yang kami pakai
untuk ruangan tidur + camp selama
tinggal di desa Bu Watuweti, Kecamatan Tanawawo, Kabupaten Sikka.
Aku kembali
terlelap. Dingin mengundangku kembali masuk dalam mimpi-mimpi bekerja di
perusahaan minyak dengan segala fasilitas terbaiknya. Disekolahkan ke Amerika,
traveling keliling Eropa, dll.
Sungguh mimpi
yang indah. Indah sekali. Mimpi indah itu segera sirna ketika dingin yang
menusuk semakin terasa. Aku terbangun dan menemui seluruh tubuhku telah
menempel pada dinding yang terbuat dari semen. Aku didorong oleh Didik yang
baru pindah dari Hemock baru
kesayangannya.
“woi Dik, geser
woi” gerutu ku
Kucoba untuk melelapkan mata kembali. Gagal.
Kucoba lagi. Gagal. Mungkin sudah saatnya bangun dan bangkit dari mimpi-mimpi
tadi.
“Huaaayaaam
goreng Tudeee Bakaaar ayam rica-ricaaaa” teriak ku menguap mengikuti gaya
menguap dengan gaya bahasa orang-orang Minahasa.
Ku angkat badan
yang beratnya mencapai 73 Kg ini. Rasanya segar. Jam tidurku sudah normal
kembali. Kusempatkan lagi pergi ke MCK
sebelum kuambil kopi segelas yang sudah disiapkan Pak Andreas Rame pemilik
ruangan 1.5 x 5.5m tempat kami tinggal. Kopi nikmat asli Maumere ini sudah
sedikit dingin. Ku tafsirkan bahwa kopi ini sudah disiapkan sejak pukul 06.30
WITA. Lima belas menit sebelum aku mengangkat badan gempal ini dari Kasur. Eh
salah bukan Kasur. Tikar setebal 1 cm.
“Selamat
Pagiiii” ucap pak guru tetangga sebelah kami.
“Selamat Pagi
pak guru” ucapku meniru keramahannya disambut senyuman gigi putih yang tertata
rapi di wajahnya.
Sambil
ngopi, kami bercerita seputar kondisi desa dan anak didiknya di sekolah. Pak
guru adalah panggilan beliau sehari-hari. Karena beliau merupakan satu –
satunya guru yang mengajar di SD dan tinggal di desa itu, beliau jugalah orang
yang selalu menjadi tempat pengaduan orang tua murid dan warga disana. Mulai
dari keluhan surat tanah yang bermasalah, listrik yang padam, alat elektronik
yang rusak, serta keluhan keuangan warga. Benar – benar “guru” di segala bidang.
Pernah
suatu pagi, seperti biasa kami menikmati kopi di teras depan rumah. Tiba – tiba
terdengar suara tangisan dari dalam rumah Pak Andreas Rame. Cucunya yang
bernama Sesar menjerit menangis kesakitan. Setelah dilihat, ternyata anu nya terjepit resleting celana seragam sekolah. Sekilas langsung ku ingat masa
kecilku dulu.
“Hahahaha”. Teriak
ku tiba – tiba memecah keheranan kami.
Kami semua, tamu
kopi hangat pagi itu, ternyata juga pernah mengalaminya. Kami mulai bercerita
pengalaman masing – masing. Sesar harus segera dibawa ke rumah sakit. Pak guru
dengan sigap mengantarnya.
BERSAMBUNG...........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar